Sudah satu purnama tidak berbagi cerita di komunitas ini. Kali ini saya ingin berbagi kabar dengan kalian seputar shopping alias belanja yang kami lakukan. Pada Selasa lalu, untuk kedua kalinya saya mampir ke Plaza Aceh buat belanja. Jika sebelumnya sendiri, maka sekarang bertiga.
Rencana belanja ke Mr D.I.Y, sejak pagi saat mengantar mereka ke sekolah sudah dilontarkan. Nanti siang selepas mengikuti les, dia mengajak untuk membeli beberapa kebutuhan sekolahnya. Yang paling penting itu tak lain kotak pensil. Biasanya, janji yang sudah terucap, sulit diberi pledoi. Jika sudah janji, berarti wajib ditepati segera. Bila tidak, itu alamat mendung dan hujan lebat segera turun.
Usai pulang sekolah hampir pukul 12 siang. Tiba di rumah, hal pertama yang diingatkan adalah beli kota pensil. Tidak boleh di tempat lain, seperti di Fantasi misalnya. Atau toko buku lain. Bahkan di Gramedia sekalipun dia tidak mau. Sebab, radarnya sudah lama mengarah ke Mr D.I.Y.
Efek samping lainnya adalah, saat di suruh mandi bersiap-siap berangkat les, langsung gercep. Tak perlu dipaksa berkali-kali. Lesnya dari jam tiga sampai pukul empat. Hanya satu jam saja. Selepas pulang les di Edu Privat. Si bungsu Gulfam langsung menabur ingat. Dia bilang, "jangan lupa ke di ay way..," titah dia. Maksud Gulfam, D.I.Y. Sebuah toko serba guna yang lengkap dengan segala kebutuhan .
Yang tidak ada penjual gorengan, ikan segar dan sayur mayur.
MR D.I.Y tidak begitu jarak dari lokasi les. Secara administrasi masih dalam gempong yang sama, Beurawe. D.I.Y adanya di Plaza Aceh yang dulunya bekar terminal bus Bireuen Ekspress. Di sini kalau tak salah juga ada gedung bioskop. Jelita namanya. Tidak sampai lima menit, kami sudah masuk ke supermarket ini.
Ghazi dan Gulfam langsung berselancar. Mencari barang-barang yan dia butuhkan. Yang bikin lama adalah memilih model dan warna. Ketika sudah ada warna yang cocok, modelnya kurang di suka. Akhirnya, dia pun memilih kotak pensil seperti yang sudah rusak. Warna biru dengan bentuk standar, ditambah selarik pernak-pernik lain.
Setelah dapat yang dia cari senyum segera merekah. Seumpama bunga matahari di musim panas. Selebihnya, kami mencari kebutuhan lain, yakni lampu tidur. Saya juga membeli sebuah box kecil untuk menyimpan segala charger handphone. Awalnya, saya mencari yang lebih lebar sedikit. Ternyata tak ada di sini. Kecewa pun segera berkecambah.
Sedangkan abangnya, Ghazi memilih sebuah bola kecil berwarna hijau. Awalnya, dia ingin mencari yang warga oren. Karena kasis hanya sendirian, antrean saat membayar pun sedikit panjang. Saya pun segera meminta keduanya (Duo Ge) untuk segera kembali ke tempat parkir.
Barang pun dihitung satu persatu oleh sang kasir. Cewek manis berbaju khas D.I.Y. Dominan hitam, plus tambahan warna kuning sebagai pemanis. Semua barang dihitung satu persatu. Sebuah bola kecil menjadi masalah kemudian. Kempes. Lalu dia hendak meminta rekannya untuk memompa. Sebelum temannya tiba, dia pun scan harga. Harganya di luar prediksi saya. Bola sekecil itu dijual dengan harga tinggi; 75K.
Akhirnya bola itu saya cancel. Saya berencana membeli di toko sport saja. Sebelum membayar saya sudah merancang alasan, kenapa bola yang hendak dibeli Ghazi tidak ada dalam plastik belanjaan. Ide yang muncul cukup masuk akal. Tapi saya berencana bersandiwara aja. Sampai di rumah tiba, baru menjelaskan. Tapi tidak undk prank.
Belum sempurna motor parkir, Gulfam sudah heboh duluan. Ghazi terlihat santai. Saya belum bereaksi. Begitu, Gulfam membuka semua belanjaan, Ghazi terlihat bingung. Tidak ada benda berwarna hijau yang dia tengok lima belas menit lalu. Saya pura-pura bingung. Lalu cepat-cepat melihat struk belanja. Dia pun ikut-ikutan.
Di struk belanja tidak ada pembayaran atas nama bola. Saya pun menarik nafas panjang. Masih dalam mode kaget. Saya pun melempar jurus 'mabuk' tanpa dalam posisi berpikir waras. "Sepertinya tante kasir lupa scan punya abang. Karena bolanya diambil sama kawannya untuk dipompa," tukas saya.
Tidak perlu ada bintik-bintik bintang di kepalanya. Dia bisa terima. Sebab, alasan saya logis. "Oh yaa, jadi gimana bolanya," Ghazi tak mau berganti topik. Saya pun kembali memberi alasan yang masuk akal. "Kita akan beli di toko sport dengan yang lebih besar dikit lagi, sehingga bisa sepak di lapangan bola."
Saya memberi pernyataan tentang hal-hal menurut saya benar. Tidak salah. Dalam bahasa umum mungkin ini disebut -proposisi_-nya dalam menjustifikasi kondisi. Entahlah. Saya tidak berpikir cara lain, sebab waktu untuk menyiram cabai sudah berdetak. Sebelum malam turun, pupuk cabai harus ditabur. Terima kasih sudah membaca postingan saya.