Ngidupin Laptop, Kok Yang Nyala Instagram? Kisah Mental Block Bapak-Bapak

el-nailul -

Saat ini saya hendak menulis dan hal-hal yang saya dapati adalah rasio saya yang terus-menerus patah semangat. Kadang agak miris melihat postingan aktif diri sendiri yang hanya berkisar di angka 2 per minggunya. Empat postingan, jika cukup beruntung.

Kalau mau saya tamsil, mental block yang saya rasakan saat ini analoginya seperti nyalain sepeda motor pagi-pagi tapi karbunya macet. Mau distarter berapa kali pun, hanya batuknya saja yang kedengaran. Songongnya saya malah menulis caption panjang mengenai mental block buat membasmi mental block itu sendiri (ya, anggap saja tulisan ini caption facebook yang ditulis bapak-bapak freak).

Mental block bukan perkara mudah untuk saya jalani saat ini di tengah kondisi yang sedang mumet-mumetnya. Bukan soal mager biasa atau sekedar ogah-ogahan. Sepertinya apa yang saya alami saat ini lebih ke masalah kepala yang kayaknya sedang melakoni dihantam short circuit (korsleting).

Tidak peduli seberapa butuh saya untuk mengerjakan sesuatu, belakangan sulit sekali untuk mengerasi kondisi batin sendiri. Persis seperti sepasang kekasih yang lagi ngambekan tapi gengsi buat ngasih tau. Padahal dalam hati masih sayang. Ya begitulah, otak saya lagi ngambek ini.

Saya membaca di suatu forum reddit dan menemukan seseorang yang mengatakan, "mental block itu sendiri adalah erectile dysfunction untuk otak."

Wew, maaf ya agak vulgar, tapi… kena banget analoginya. Seberapa kukuh dipaksakan pun, kalau udah kena blokir ya pelik. Ngapain pun percuma. Nulis nggak bisa, kerja apalagi. Giliran ngerjain sesuatu, eh malah ngapain? Mainan novel online berjam-jam. Awwww! Parah!

Momentum sepertinya musuh terbesar saya sejak lahir (sorry jika terlalu hiperbol). Saya tidak bermaksud menegasikan perktaan orang banyak mengenai pentingnya momentum. Sekali roda berputar gampang sekali meneruskan jalan. Tapi begitu berhenti, patah sudah!

Ujung-ujungnya, yang terjadi hanyalah tersumbat di lubang kerikuhan. Asli, kalau udah break sehari aja, untuk memulai lagi sama sulitnya dengan mendorong truk mogok di tanjakan. Saya heran, kok bisa begitu ya? Niat elok, hasil nihil.

“Oke, hari ini pasti bisa menoreh 500 kata, setidaknya."

Tapi apa yang terjadi? Baru buka laptop, jempol malah geser ke HP lagi, buka Instagram. Waktu sadar, eh, udah sejam scrolling feeds orang nikah, orang piknik, orang sukses.

Mungkin saja ini terkait erat dengan aktivitas energi yang kerap menjadi biang kerok mental block. Energi aktivasi adalah energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Dan di sini, reaksi saya adalah mulai menulis (walau beberapa melihat tulisan saya sebagai sampah yang berserakan).

Kalau aktivitas energinya sedang tinggi, sangat mudah untuk start apapun yang berkenaan denggan produktivitas. Tapi kalau lagi turun, wah, butuh dorongan tambahan buat memulainya. Ini juga berlaku dalam urusan profesional yang saya jalani sehari-harinya.

"Ayo, ini serius! Harus kelar! Harus fokus!"

Demikianlah tulisan berupa caption panjang ini akhirnya tersajikan di hadapan anda. Sebuah tulisan tentang mental block yang ditulis di tengah kondisi mental block.

Semoga bisa relate dengan anda yang mengalami masalah serupa.